top of page

Bagaimana Seharusnya KMK FKUI Menyikapi LGBTQ?


16 September 2020 kemarin, Paus Fransiskus ada berpapasan dengan 40 pasang orangtua di San Damaso Vatikan, sebagai bagian dari komunitas Tenda di Gionata yang menerima dan merangkul LGBT umat katolik. Mereka menceritakan keluh kesah mereka sebagai orangtua dengan anak LGBT yang kesulitan akan akses untuk gereja karena “ditolak” oleh komunitas gerejanya. Setelah melalui berbagai gejolak di hati ketika mengetahui anak mereka LGBT, mereka berhasil merubah pandangannya dan menerima anak mereka masing-masing. Dengan itu, mereka juga berharap gereja juga akan merubah pandangannya dan menerima LGBT di dalam gereja. Namun, mendengar hal itu Paus Fransiskus langsung memastikan para orangtua dengan anak LGBT dengan berkata, “The church does not exclude them because she loves them deeply, the church loves our children as they are”, yang berarti gereja tidak akan meninggalkan anak-anaknya, karena gereja sangat mencintai mereka (tidak terbatas LGBT). Perlu ditegaskan kembali dari kejadian ini, Tuhan tidak membeda-bedakan umatnya, baik yang begitu setia maupun yang meninggalkan dan mengkhianati-Nya, karena Tuhan sangat mencintai seluruh umatnya.


Sebelumnya, pada tahun 2013, Paus Fransiskus juga dikenal dengan jawaban “Who am I to jugde?” ketika diwawancarai oleh seorang jurnalis mengenai seorang imam yang homoseksual. Menurut Paus Fransiskus, bila seseorang homoseksual mencari akan Tuhan dan memiliki sikap dan perilaku yang baik, dirinya sendiri tidak berhak untuk menghakiminya. Hal ini direfleksikan bagaimana Tuhan sendiri tidak akan meninggalkan mereka yang homoseksual, melainkan tetap menemani dan mengampuninya. Hal ini kemudian menjadi misteri kehidupan kita, bagaimana kita sebagai seorang manusia juga harus bertindak sebagaimana Tuhan sendiri bertindak kepada mereka.


Namun bagaimana pandangan gereja terhadap perkawinan LGBT?

Menurut Paus Fransiskus sendiri, istilah “perkawinan” hanya digunakan untuk mereka yang laki dengan yang perempuan (Gaudium et Spes 48), sedangkan persatuan akan kedua gender yang sama dinyatakan sebagai persatuan rakyat atau “civil unions”. Paus Fransiskus tidak melarang adanya persatuan pada LGBT, bahkan dirinya sendiri sempat mengirimkan surat berisikan selamat dan berkat untuk pasangan LGBT yang membaptiskan 3 anak adopsi mereka. Hal ini dibenarkan oleh Paus Fransiskus karena menurutnya, tanpa persatuan, masa depan akan hancur, dan sebaliknya masa depan dapat berdiri kokoh bila kita semua bersatu teguh tanpa perpecahan. Namun, perlu ditekankan kembali, istilah “perkawinan” tidak boleh digunakan pada pasangan LGBTQ berdasarkan dokumen CDF (Congregation for the Doctrine of the Faith, Considerations regarding Proposals to Give Legal Recognition to Unions between Homosexual Persons) dan kitab Kejadian 2:24 dimana pekawinan menyatukan laki-laki dan perempuan menjadi satu daging (persekutuan pribadi dalam konteks seksual).


Berarti apakah gereja membenarkan LGBTQ?

Tidak, gereja tidak pernah membenarkan LGBTQ. Hal ini didasari kitab Kejadian 1:27, dimana manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan menurut gambaran Allah dengan tulang rusuk yang “melengkapi” sehingga laki-laki dan perempuan harus saling melengkapi. Selain itu, kitab Kejadian 1:28 juga mengingatkan harapan Tuhan akan pasangan suami-istri untuk beranakcucu dan bertambah banyak. Dengan demikian, tindakan homoseksual dikatakan menentang hukum kodrat karena kelanjutan kehidupan tidak mungkin terjadi waktu persetubuhan mereka (KGK 2357) dan melanggar kemurnian.


Jadi Bagaimana Seharusnya KMK FKUI Menyikapi LGBTQ?

Gereja sangat menolak adanya diskriminasi pada LGBTQ. Gereja sangat berharap LGBTQ mengaku dosa, tetap dekat dengan Tuhan, dan kita berdoa dengan mereka. Di situasi ini, KMK FKUI diharapkan dapat mengajak teman-teman LGBTQ untuk berdoa bersama, mengajarkan bagaimana untuk berperilaku yang baik sesuai dengan kehendak Tuhan, menuntun mereka, dan menemani mereka selama pergulatan dalam dirinya. Gereja sangat meyakini LGBTQ dapat menolak kecendurungan yang tidak wajar ini melalui bimbingan konseling dan pertolongan Roh Kudus melalui sakramen Tobat dan Ekaristi. Paus Fransiskus sendiri percaya, mukjizat dapat terjadi pada keluarga-keluarga jaman sekarang. Dengan itu, kita diharapkan dapat mendoakan mereka dengan sungguh-sungguh. Selain itu, Tuhan Yesus selalu mengajarkan kita bagaimana untuk hidup berdasarkan kasih. Menurut KGK 2358, teman-teman LGBTQ harus dilayani dengan hormat, dengan bijaksana, dan dengan kasih sayang, tanpa adanya perlakuan ketidakadlan. Oleh karena itu, setiap manusia baik yang berbuat baik maupun yang berbuat jahat, harus kita kasihi dan kita hormati karena kita semua dianggap sama oleh Tuhan dan dikasihi oleh Tuhan. Sama seperti yang sebelumnya dikatakan oleh Paus Fransiskus, “Who am I to Judge?”, kita tidak boleh menghakimi sesama manusia melainkan kita harus bertindak sesuai apa yang Tuhan ajarkan dan Tuhan lakukan untuk kita semua.

Referensi dan bacaan lebih lanjut:

  1. https://www.hrc.org/resources/seven-quotes-that-make-pope-francis-complicated-for-lgbt-people

  2. https://www.newwaysministry.org/resources/pope-francis-lgbt-issues/

  3. https://www.hrc.org/resources/seven-quotes-that-make-pope-francis-complicated-for-lgbt-people

  4. https://www.katolisitas.org/mengapa-gereja-katolik-menentang-perkawinan-homoseksual/

  5. https://www.katolisitas.org/homoseksual-dosakah-dan-dapat-sembuh-kah/

Single post: Blog Single Post Widget
bottom of page